Tampilkan postingan dengan label Psikiater. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Psikiater. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 September 2010

Strategi Pemasaran (Marketing Strategy)

Author: Daniel Levis


Marketing Strategy 101
When it comes to marketing strategy blunders, pretty much everybody remembers the nosedive failure of New Coke, right? But what most people don't know is the fascinating story behind the story, & the valuable lesson it reveals.

In the early eighties, Coke was about to lose a marketing
trump card to Pepsi. Coke's market share had been in free
fall since the end of the war, declining from 60% at that
time, to just 24% in 1983. Pepsi was about to be able to
claim that not only did it taste better than Coke (as
proven in blind taste tests), but that it was actually more popular. This would have added even more fuel to Pepsi's already significant marketing momentum.

While Coke was also losing market share to other new market entries, and increasing consumer preference for diet, citrus, & caffeine-free beverages etc., Pepsi's marketing strategy was continuing to win new customers.


Obviously, people preferred the taste of Pepsi! Better
taste was the main thrust of their advertising. Why else
would anybody drink such an otherwise worthless mixture of ingredients?

This fact was further born out with the runaway success of
Diet Coke. Coke actually developed it from the ground up to taste more like Pepsi, rather than simply replacing the sugar content of the original recipe with artificial sweeteners.

All of the facts & evidence pointed to Coke having a taste problem with the original recipe. Coke had in fact been working in secret for years on a new one.

Drawing on the success of Diet Coke, Coke's marketing
strategy called for the modification of that recipe to a
sugar based drink. They felt they could finally turn the

tide by introducing "NEW Coke", based on that formula.

In pre launch blind taste tests, people thought the new
Coke tasted sweeter & smoother than the original. Extensive research revealed that people preferred the New Coke to both the original Coca Cola recipe & Pepsi.

Statistically speaking, the taste of New Coke was
significantly preferable.
New Coke was the solution, but what to do with the
original? If they kept both on the market, it was a sure
bet that Pepsi would be able to claim that it was more
popular than both, at least for a time! And a marketing strategy that called for the promotion of a new & an old Coke would only confuse the public & dilute the brand.

The original recipe was dropped.

So what happened when new Coke was introduced?

It bombed completely, & utterly! Here's the brilliant tag
line that they used to introduce it. "The Best Just Got
Better, Coke Is It!" Gee, that looks like a winner.

People hated the new Coke, many without even having to
taste it. And they were incensed that the original had been "stolen" from them.

One hundred years, & countless millions of dollars in advertising had made Coke Cola a part of people's very identity. Drinking Coca Cola wasn't about taste at all.

It was about mental association.

Emotional Opium!

The act of raising that funny looking spiral bottle to your lips. The cane sugary fragrance that followed. The sharp carbonated bite that set your throat a blaze with each vigorous swig. For many people, it was anchored deeply to fond, albeit sometimes even imaginary memories.

Coke had no choice but to bring back the original recipe,
amid a huge fanfare of publicity, as though it were the
second coming.

What a hullabaloo about nothing. Sugar water.

For god's sake!

If nothing else, this story should prove to you once & for
all that it's not what you do that counts, it's what you
say & how powerfully you say it. And, that your customer's
buy, or don't buy, for all kinds of seemingly irrational reasons. What's critically important is not your product, but how your marketing strategy relates ownership of that product to your buyer's beliefs, feelings, & desires!

It also demonstrates that "me to" can be a very dangerous marketing strategy.

While huge companies like Coke can afford to blow through billion dollar advertising budgets like there's no tomorrow, as a Guerrilla marketer, I urge you to avoid expensive frontal assaults & one-upmanship like the plague.

Be creative instead, & seek to outflank the enemy!
Read more at http://www.articlealley.com/article_5701_3.html?kcplink=1


JobJobsEmployment

Learn about Bipolar

Author: Aby Yusuf


Bipolar Disorder


Bipolar disorder atau yg lebih biasa kita sebut dengan manik depresif adalah suatu gangguan kejiwaan dimana penderita bisa mengalami dua macam suasana hati (mood) yang sangat ekstrim, ekstrim disini yang berarti seorang penderita yang suatu saat sedang bahagia tertawa lepas dlm saat itu juga bisa mendadak menjadi diam murung dan tidak berbicara apa-apa. Penyakit manik-depresif terjadi pada kurang dari 2 persen penduduk. Penyakit ini menyerang pria dan wanita dalam perbandingan yang sama dan biasanya mulai timbul pada masa remaja, usia 20 atau 30 tahun. Keadaan ini akan terus berulang jika tidak dilakukan penanganan serius dari psikiater. Penyakit ini diyakini sebagai penyakit keturunan, meskipun kelainan genetik yang pasti masih belum diketahui.


Kalau menurut wikipedia, Bipolar disorder or manic-depressive disorder, which is also referred to as bipolar affective disorder or manic depression, is a psychiatric diagnosis that describes a category of mood disorders defined by the presence of one or more episodes of abnormally elevated energy levels, cognition, and mood with or without one or more depressive episodes. The elevated moods are clinically referred to as mania or, if milder, hypomania. Individuals who experience manic episodes also commonly experience depressive episodes, or symptoms, or mixed episodes in which features of both mania and depression are present at the same time.


Saya ingin sedikit bercerita pengalaman tentang manik depresif. Kebetulan mantan saya yang terakhir adalah seorang wanita yang menderita penyakit manik depresif (Bipolar). Wanita yang sampai sekarang masih saya cintai walaupun saya sudah dilupakan olehnya karena dia lebih memilih pria yang jauh lebih kaya raya dan mapan ini bernama Wini Nirmala. "Dia" orangnya sesungguhnya sangat periang. Menurut pengakuannya, dia menderita penyakit ini sejak mendapatkan trauma yang sungguh luar biasa dari mantannya dan salah seorang sahabatnya. Akan tetapi, menurut saya setelah membaca dan mencari tahu tentang Bipolar, bahwa penderita Bipolar ini bisa keturunan, mungkin saja "dia" tidak menyadarinya.

Jadi begini ya,saat itu saya dan "Dia" pergi ke salah satu mall yang ada didaerah Ciwalk Bandung. Kami berdua bergembira seharian, ketawa riang saling mengisi waktu dengan comment2 terhadap cara fashion orang-orang yg lewat. Setelah waktu menunjukkan jam 10mlm, kami pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Ketika baru menuju depan pintu keluar mall tsb, dia melihat seseorang pria dengan paras tubuh yang sangat tinggi sekali. Hmm, saya perkirakan tingginya sekitar 175cm. Lalu dia berhenti berjalan dan menarik lengan baju saya, yang kemudian membisikkan kata-kata: Nyum, dia mirip mantanku. Lalu dia menunduk dan terdiam dengan tangan dikepalanya. Berhubung dia disamping saya terlihat lemas dan ingin terjatuh duduk, maka saya langsung merangkul dan memapahnya jalan menjauhi orang tersebut.
Akhirnya saya berhasil membawanya naik angkutan umum. Didalam angkutan umum dia duduk dipojok paling belakang angkot tepat sebelah kiri saya. Dia hanya duduk terdiam menunduk dengan air mata berlinang, saya pun kebingungan dan mencoba menenangkannya mengelus-elus punggungnya. Lalu, saya mencoba bertanya: km kenapa,nyum(panggilan sayang saya kepadanya)?? dia hanya terdiam, lalu beberapa menit sebelum angkot penuh sesak, dia pun menjawab dengan berteriak: sudah aku bilang diam!!! jangan ganggu aku (sambil mendorong-dorong saya agar menjauhinya). Ya berhubung sebelah saya ada orang, jadi saya pun menyenggol orang itu yang ternyata adalah seorang pria dan didpn saya seorang ibu-ibu dengan anak-anaknya yang masih remaja. Mereka memandang saya dengan penuh tanda tanya. Langsung saya berkata dengan berbisik: maaf ya bu dan mas dan semua yang ada diangkot, ini bukan bertengkar, memang sedang sakit pacar saya. Pria yang sebelah saya berkata: tidak apa-apa, kang. Ketika angkotnya jalan, dia pun masih tertunduk dengan lesu tatapan kosong kebawah. Saya beri waktu sejenak, akhirnya dia pun berbicara dan melihat-lihat sekitar: ini dimana? ak ngapain disini, dan kamu siapa sentuh-sentuh ak?
Saya tersentak kaget, inikah Bipolar dia yang sedang kambuh, kok seperti orang linglung yang hilang ingatan?? Kemudian saya menjawabnya: nyum,ini ak kinyum, dan kamu sedang diangkot jalan pulang menuju rumahmu. Kita kan habis dari ciwalk, masa km lupa, nyum?? Sudah tenangkah perasaanmu?? Dia setelah mendengarkan kata-kataku, kemudian terdiam dan menunduk lagi. Akhirnya setelah beberapa menit ditengah kemacetan lalu lintas, dia pun tersadar dengan berbicara: nyum, maafkan ak yang membuat km malu td, ak gak sadar sudah berbuat apa tadi, ak juga gak tau kenapa itu terjadi. Ak haus nyum, km ada aqua?? saya jawab: ada nyum, kan masih ada sisa tadi.


Saya sampai sekarang masih agak bingung, apakah itu bipolar atau gangguan psikologi lainnya?? Bagaimana penanganannya?? Sesungguhnya masih ada beberapa kejadian lainnya yang mirip dengan ciri-ciri bipolar yang ada dibeberapa website para ahli psikologi dan psikiater. Walaupun dia sudah menjadi mantan saya, akan tetapi perasaan cinta saya dan rasa kagum terhadap kejeniusannya dalam berkarya kreasi seni, sampai sekarang saya ingin membuat dia sembuh total. Akan tetapi menurut abangnya, kejadian saya putus malah membuat keadaan semakin parah. Andaikan saja keluarga dan teman-temannya mengetahui kenyataannya bahwa bukan saya yang memutuskan cinta kami dan bukan saya yang menyakitinya. Karena saya tidak tau bakal bagaimana dia tanpa saya dan apakah masih ada pria yang lebih sabar dalam menghadapi kelakuannya yang luar biasa berbeda dengan orang lain.

Berikut ini adalah beberapa penjabaran tentang Bipolar:

Penyebab
Gangguan ini dapat dipicu oleh banyak hal yang terjadi dalam hidup sehingga menyebabkan mood berubah-ubah. Stres juga dapat memicu munculnya gangguan bipolar.

Sedangkan untuk penyebab pasti dari gangguan kejiwaan yang diderita sekitar 2.5 persen populasi di Amerika ini masih belum diketahui. Hanya saja, beberapa dugaan mengaitkan gangguan ini dengan faktor generika. Sehingga ketika dilakukan wawancara untuk pemeriksaan, biasanya psikiater juga akan menanyakan riwayat keluarga si penderita.

Menurut beberapa kajian ilmiah yang dimuat dalam Ikatan Dokter Amerika, seseorang memiliki risiko 8 hingga 18 kali lebih besar terkena gangguan bipolar jika memiliki anggota keluarga yang mengidap gangguan bipolar.

Gejala

Penderita tak mampu mengendalikan mood yang dirasakan. Penderita juga terlalu larut dengan suasana emosinya sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Penderitanya bisa terlihat terlalu bersemangat, atau sebaliknya terlalu depresi dalam kurun waktu yang tidak lumrah.

Fase dimana si penderita mengalami semangat dan energi berlebih disebut dengan fase manik. Gejalanya mencakup berpikir dengan cepat, cerewet, dan penurunan kebutuhan akan tidur. Bahkan, seringkali penderita terjaga selama beberapa hari tanpa menunjukkan tanda kehabisan energi dan merasa diri tetap bersemangat. Tahap mania ini seringkali mempengaruhi cara berpikir, penilaian, dan perilaku sosial si penderita.

Fase ini berlangsung bisa beberapa hari hingga beberapa bulan sebelum akhirnya digantikan oleh fase selanjutnya, yaitu fase depresi. Untuk fase depresi, gejala penderita gangguan bipolar ini akan lebih sulit dikenali. Karena, jika belum mengalami fase manik, orang awam lebih banyak menganggapnya sebagai depresi saja. Padahal, gangguan manik depresif lebih berbahaya dibandingkan depresi saja.

Tanda lain dari gangguan bipolar adalah perilaku yang sangat impulsif dan tidak memikirkan risiko. Misalnya, si penderita bisa menjadi seorang shopaholic yang parah. Penderita bisa belanja tanpa memperhitungkan kondisi keuangannya.

Penderita tak mampu mengendalikan mood yang dirasakan. Penderita juga terlalu larut dengan suasana emosinya sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama, bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Penderitanya bisa terlihat terlalu bersemangat, atau sebaliknya terlalu depresi dalam kurun waktu yang tidak lumrah.

Fase dimana si penderita mengalami semangat dan energi berlebih disebut dengan fase manik. Gejalanya mencakup berpikir dengan cepat, cerewet, dan penurunan kebutuhan akan tidur. Bahkan, seringkali penderita terjaga selama beberapa hari tanpa menunjukkan tanda kehabisan energi dan merasa diri tetap bersemangat. Tahap mania ini seringkali mempengaruhi cara berpikir, penilaian, dan perilaku sosial si penderita.

Fase ini berlangsung bisa beberapa hari hingga beberapa bulan sebelum akhirnya digantikan oleh fase selanjutnya, yaitu fase depresi. Untuk fase depresi, gejala penderita gangguan bipolar ini akan lebih sulit dikenali. Karena, jika belum mengalami fase manik, orang awam lebih banyak menganggapnya sebagai depresi saja. Padahal, gangguan manik depresif lebih berbahaya dibandingkan depresi saja.

Tanda lain dari gangguan bipolar adalah perilaku yang sangat impulsif dan tidak memikirkan risiko. Misalnya, si penderita bisa menjadi seorang shopaholic yang parah. Ia bisa belanja tanpa memperhitungkan kondisi keuangannya.

Fase Manik : jika seseorang mengalami fase manik, maka ia akan merasa penuh energi, siap melakukan apapun, tidak terkalahkan, dan siap menghadapi apapun yang menghalangi niatnya.
Gejalanya :
- Penderita seringkali mempunyai rencana yang tidak masuk akal dan tidak logis.
- Berkurangnya nafsu makan dan jam tidur secara drastis.
- Penderita bisa begadang semalaman tapi tidak terlihat tanda kelelahan.
- Bicara yang sangat cepat dan sering berubah topik pembicaraan.
- Kepercayaan diri yang sangat tinggi.
- Sering mengambil keputusan tanpa berpikir risikonya. Akibatnya, seringkali keputusan yang diambil merugikan.
- Cara berpakaian berubah menjadi lebih flamboyan dan fashionista.

Fase Depresi : merupakan kebalikan dari fase manik. Meski demikian, banyak orang yang mengalami fase ini lebih banyak dibandingkan fase manik.
Gejalanya :
- Sedih dan sering menangis.
- Tidak peduli dengan keadaan diri sendiri. Tidak ingin mandi, ganti baju, atau bahkan inginnya hanya mengurung diri saja.
- Penderita bisa mengalami susah tidur (insomnia) atau bahkan terlalu banyak tidur (hipersomnolens).
- Banyak dari penderita tidak berselera pada makanan dan kehilangan berat badannya.
- Penderita sering mengalami kesulitan berpikir dan masalah pada ingatannya karena merasa depresi.
- Penderita mengucilkan diri dari lingkungan sosialnya.
- Hobi yang biasa dilakukan untuk menghilangkan stres sudah tidak lagi menarik bagi si penderita.
- Selalu merasa pesimis, tidak berguna, dan hilang harapan.
- Penderita bisa terkena penyakit kronis dan keluhan fisik lainnya tanpa sebab yang jelas.
- Yang paling parah, penderita bisa merencanakan untuk bunuh diri karena merasa sudah tidak memiliki tujuan untuk hidup.

Dalam kasus gangguan bipolar, perubahan suasana hati bisa terjadi secara bertahap maupun tiba-tiba. Pada tipe klasik, perubahan mood tidak sering terjadi. Hanya sekitar 1 atau 2 periode mood, baik manik maupun depresi, dalam satu tahun.

Sedangkan pada tipe rapid cycling bipolar disorder, perubahan mood yang terjadi bisa berlangsung drastis. Perubahan ini bisa terjadi lebih dari empat kali dalam satu tahun.

Penanganan
Semakin lama gangguan ini terlacak dan ditangani, semakin besar pula kerugian yang diderita akibat perilaku tidak wajar si penderita. Bahkan dapat mencegah kemungkinan bunuh diri yang mungkin akan dilakukan si penderita.

Penanganan utama yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan terapi obat (medikamentosa). Obat yang diberikan berupa anti depresi dan mood stabilizer. Tergantung dari kondisi si pasien saat itu. Jika ia dalam tahap depresi maka akan diberi obat anti depresi. Obat ini sifatnya simptomatik atau hanya meredakan gejala. Meski demikian, resep ini terbukti efektif menekan risiko paling fatal dari gangguan bipolar.

Adapun terapi lain yang dapat dilakukan adalah psikoterapi. Pada terapi ini. psikiater akan mengajak pasien untuk berdiskusi seperti curhat dan menemukan solusi atas masalah yang mungkin menjadi pencetus gangguan bipolar.

Penanganan tidak selesai begitu saja. Pasien juga perlu mendapat pengawasan dan kontrol dari kerabat dan ahli medis meski telah mendapat pengobatan.  Gangguan bipolar ini sebenarnya merupakan gangguan kejiwaan yang akan semakin parah jika tdak dilakukan terapi yang tepat.


JobJobsEmployment